Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan
filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
adalah nilai politik yang utama atau ideologi Liberalisme adalah sebuah
ideologi yang mengutamakan kepentingan individu dan mengenyampingkan kepentingan
negara.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Bandingkan.
Ideologi ini sangat berbeda dengan ideologi komunis karena pengertiannya
saja sudah beda. pengertian dari ideologi komunisme adalah sebuah ideologi yang
mengutamakan kepentingan negara dan mengenyampingkan kepentingan individu.
Sangat berbeda sekali dengan ideologi Liberalisme.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki
adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha
pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan
yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya .
Dalam
masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal
ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan
Oxford Manifesto dari Liberal Internasional: "Hak-hak dan kondisi ini
hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak
terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang
dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened)
dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan
rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.
Pandangan-pandangan liberalisme dengan paham agama seringkali berbenturan karena liberalisme menghendaki penisbian dari semua tata nilai, bahkan dari agama sekalipun. meski dalam prakteknya berbeda-beda di setiap negara, tetapi secara umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia. Contoh negara liberal adalah seperti Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Italia, dan Prancis.
Pandangan-pandangan liberalisme dengan paham agama seringkali berbenturan karena liberalisme menghendaki penisbian dari semua tata nilai, bahkan dari agama sekalipun. meski dalam prakteknya berbeda-beda di setiap negara, tetapi secara umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia. Contoh negara liberal adalah seperti Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Italia, dan Prancis.
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme
yakni;
1.
Kehidupan,
2.
Kebebasan dan
3.
Hak Milik (Life, Liberty and Property).
Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar
Liberalisme tadi:
- Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
- Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)
- Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
- Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
- Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)
- Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
- Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah. Dua Masa Liberalisme.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme
Klasik dan Liberallisme Modern.
Liberalisme Klasik timbul pada
awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak
abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme
Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena
hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme
Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal
lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah
hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi
sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah
diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang
akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun
begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan
yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. [2] Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik
Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu
dari awal maupun sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme
Klasik.
Marthin Luther
dalam Reformasi Agama
Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum
bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperiumKatolik Roma. Pada saat itu keberadaan agama sangat mengekang individu. Tidak ada
kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi gereja. [5] Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang
dari otoritasnya semula. Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak
boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan
ilmu pengetahuan sekalipun. Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak –
misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi
agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan
manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya
timbul sebuah reformasi
gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari para individu
yang tadinya “terkekang”.
John Locke dan
Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang
dinamakan konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State
of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki
pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau
dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya
berbeda. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’,
individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. Namun,
manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat
baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi
melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak
ketiga (penguasa). Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature
adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka
khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat
perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada
syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’.
Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga
(Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute
sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari kesemua hal tersebut,
kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi
individualisme. Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan
umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya
tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu
akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya
sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.
Adam Smith
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik
merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo,
haluan pandangan yang mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai
masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan
atas hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah
satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat
luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran.
Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik,
kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan
kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga,
pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke
arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi
seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan manusia sebagai
individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
Relevansi kekuatan Individu Liberalisme Klasik dalam Demokrasi dan
Kapitalisme.
Telah dikatakan bahwa setidaknya ada dua paham yang relevan atau menyangkut
Liberalisme Klasik. Dua paham itu adalah paham mengenai Demokrasi dan Kapitalisme.
·
Demokrasi dan
Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak
asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan
konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi
tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah
demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan
manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif –
yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau
kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu
dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan
dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari
ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga
mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan
Rakyat.
·
Kapitalisme dan
Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam
memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi
itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas ; jadi,
kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain,
kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk
mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk
mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah
bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan
negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual
secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk
mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari
usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia
mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa
kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.
Liberalisme
sebagai Ideologi Pragmatis
You have rated this file.
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua
pengertian mengenai ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara
struktural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap
paling baik, sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem
pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan
tindakan yang diambil oleh penguasa. Menurut pendekatan struktural konflik,
kelas yang memiliki sarana produksi materiil dengan sendirinya memiliki sarana
produksi mental, seperti gagasan, budaya dan hukum. Gagasan kelas yang berkuasa
di manapun dan kapanpun merupakan gagasan yang dominan. Gagasan, budaya, hukum
dan sebagainya sadar atau tidak merupakan pembenaran atas kepentingan materiil
pihak yang memiliki gagasan yang dominan. Sistem pembenaran ini disebut
ideologi.
Dalam bahasa Indonesia, ideologi
sering disebut sebagai “dasar negara” atau “falsafah negara”, di Malaysia
disebut “rukun negara”. Karena memberikan pengesahan kepada pemerintah,
ideologi membenarkan adanya status quo. Tetapi ideologi juga bisa digunakan
oleh pihak lainnya (pihak pemberontak, pihak oposisi atau pihak reformasi) guna
menyalahkan pemerintahan, menyerang kebijakan pemerintah sampai kepada mengubah
status quo. Sekalipun pemerintah bisa menindas warga negaranya dengan
menggunakan dalih ”hak ketuhanan raja” atau ”kehendak sejarah”, tetapi pihak
lainnya bisa membenarkan tindakan kekerasan mereka dengan bersandar pada
prinsip ”hak-hak dasar” atau ”kehendak yang kuasa”. Ideologi yang dianggap
sarat dengan kepentingan kelas pekerja bukan tidak bisa digunakan untuk
menentang kekuasaan negara borjuis, selain juga untuk mensahkan kekuasaan
diktator terhadap kelas pekerja. Ideologi dalam arti fungsional dapat
digambarkan secara singkat dengan contoh berikut. Di Amerika Serikat, menjamin
keamanan nasional berarti peningkatan produksi persenjataan yang bermakna pula
menguntungkan industri-industri senjata. Peningkatan pertumbuhan pertanian berarti
peningkatan produksi pupuk dan bahan kimia yang lain, yang berarti
menguntungkan industri-industri pupuk dan bahan kimia. Demi stabilitas nasional
di negara-negara berkembang acap kali berarti mengurangi kebebasan politik
warga negara. Ideologi dalam arti fungsional digolongkan secara tipologi dengan
dua tipe, yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis.
Suatu ideologi dapat digolongkan
doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan
secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindoktrinasikan kepada warga
masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau
aparat pemerintah. Biasanya sistem nilai atau ideologi yang diperkenankan hidup
dalam masyarakat seperti ini hanyalah ideologi yang doktriner tersebut. Akan
tetapi, apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi tersebut tidak
dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum
(prinsip-prinsipnya saja) maka ideologi tersebut digolongkan sebagai ideologi pragmatis.
Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan
secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem
ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Atas dasar itu, pelaksanaannya
tidak diawasi oleh aparat partai atau pemerintah, melainkan dengan pengaturan
kelembagaan. Maksudnya, siapa saja yang tidak menyesuaikan diri dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tidak akan hidup secara wajar.
Liberalisme merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis. Biasanya tidak satu
ideologi saja yang diperkenankan berkembang dalam masyarakat ini, tetapi ada
satu yang dominan.
Liberalisme sebagai suatu ideologi
pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan masyarakat Eropa. Masyarakat
Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi atas dua, yakni kaum aristokrat
dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan untuk memiliki tanah, golongan
feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para
petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang
harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Bahkan di
beberapa tempat di Eropa, para petani tidak diperkenankan pindah ke tempat lain
yang dikehendaki tanpa persetujuan sang patron (bangsawan). Akibatnya, mereka
tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan para
penggarap itu seharusnya ditanggung oleh sang patron. Industri dikelola dalam
bentuk gilde-gilde yang mengatur secara ketat, bagaimana suatu barang
diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya. Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum
aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa
gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde
dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu.
Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam
skala besar, setelah ditemukan beberapa teknologi baru. Untuk mengelola
industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini jelas diperlukan buruh
yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas
yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur
pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal.
Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya
paham liberal.
Liberalisme tidak diciptakan oleh
golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual
yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu.
Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri,
bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi
kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata
untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik),
menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan
kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua
individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini
mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik
itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas
tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi
liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung
pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama
politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan
menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun
seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang
lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga
demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri
keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut.
Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
- Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
- Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
- Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
- Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
- Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
Literatur oleh
para pemikir yang ikut menyumbang bagi teori liberal didaftarkan dalam Sumbangan
terhadap teori liberal.
- Bahasa Indonesia
- Kebebasan
- Liberalisme
- Individualisme
- Tanggung Jawab
- Keadilan Sosial
- Adam Smith: Pasar dan Individu
- Bahasa Inggris
- The future of liberal revolution / Bruce Ackerman - New Haven: Yale University Press, 1992
- Left and Right: The Prospects for Liberty / Murray N. Rothbard, 1965
- Liberalism and Democracy / Norberto Bobbio - London: Verso, 1990 (Liberalismo e democrazia, 1988)
- Liberalism / John A. Hall - London: Paladin, 1988
- The Decline of Liberalism as an Ideology / John H. Hallowell - London: Kegan Paul, Trench, Trubner, 1946
- Beyond the Global Culture War/ Adam K. Webb- Routledge, 2006, about the origins of Liberalism and types of challenges to it in the present world
- Liberalism / Ludwig von Mises, 1927
- Bahasa Belanda
- Beleid voor een vrije samenleving / J.W. de Beus en Percy B. Lehning (red.) - Meppel: Boom, 1990
- Afscheid van de Verlichting: Liberalen in verwarring over eigen gedachtengoed / Hans Charmant en Percy Lehning - Amsterdam: Donner, 1989
- Liberalisme, een speurtocht naar de filosofische grondslagen / A.A.M. Kinneging e.a. - Den Haag: Teldersstichting, 1988
- De liberale speurtocht voortgezet / K. Groenveld, H.J. Lutke Schipholt & J.H.C. van Zanen - Den Haag: Teldersstichting, 1989
- Het menselijk liberalisme / Dirk Verhofstadt - Antwerpen: Houtekiet, 2002
- Bahasa Perancis
- Le libéralisme / Georges Burdeu - Paris: Seuil, 1979
- Bahasa Jerman
- Die Freiheit die wir meinen / Werner Becker - München: Piper, 1982
- Noch eine chance für die Liberalen / Karl-Hermann Flach - Frankfurt: Fischer, 1971
- Liberalismus / Lothar Gall - Königstein: Athenäum, 1985
Rujukan
1.
Liberalisme'
didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan
kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A
Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and
Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu
sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia
sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
2.
Sukarna.
Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.
Oxford
Manifesto dari Liberal International:
"Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang
sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan
didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang
diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan
menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.
Diksi ini
didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik
Barat, FISIP UI.
5.
Ahmad Suhelmi.
Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
6.
Deliar Noer.
Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.
Mochtar Lubis
(penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy Reader :
Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and Document of Freedom
and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail Thernstrom (editor).
(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.
Miriam
Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi
(Jakarta : PT Gramedia, 1984)
1.
Liberalisme'
didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan
kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A
Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and
Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu
sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia
sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
2.
Sukarna.
Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.
Oxford
Manifesto dari Liberal International:
"Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang
sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan
didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang
diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan
menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.
Diksi ini
didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik
Barat, FISIP UI.
5.
Ahmad Suhelmi.
Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
6.
Deliar Noer.
Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.
Mochtar Lubis
(penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy Reader :
Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and Document of Freedom
and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail Thernstrom (editor).
(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.
^ Miriam Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme,
Demokrasi (Jakarta : PT Gramedia, 1984)
Rujukan lain
- Michael Scott Christofferson "An Antitotalitarian History of the French Revolution: François Furet's Penser la Révolution française in the Intellectual Politics of the Late 1970s" (in French Historical Studies, Fall 1999)
- Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta politica in Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924
http://jimmydj81.blogspot.com/2012/08/liberal.html
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda. Silahkan berikan komentar tentang artikel ini. jimmydj81.blogspot.com berhak menyaring Komentar yang akan ditampilkan.