Search This Blog

Monday, August 20, 2012

LIBERAL


Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama atau ideologi Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengutamakan kepentingan individu dan mengenyampingkan kepentingan negara.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan.
Ideologi ini sangat berbeda dengan ideologi komunis karena pengertiannya saja sudah beda. pengertian dari ideologi komunisme adalah sebuah ideologi yang mengutamakan kepentingan negara dan mengenyampingkan kepentingan individu. Sangat berbeda sekali dengan ideologi Liberalisme.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya .
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal Internasional: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.
Pandangan-pandangan liberalisme dengan paham agama seringkali berbenturan karena liberalisme menghendaki penisbian dari semua tata nilai, bahkan dari agama sekalipun. meski dalam prakteknya berbeda-beda di setiap negara, tetapi secara umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia. Contoh negara liberal adalah seperti Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Italia, dan Prancis.

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni;
1.      Kehidupan,
2.      Kebebasan dan
3.      Hak Milik (Life, Liberty and Property).
Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
  • Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
  • Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)
  • Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
  • Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
  • Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)
  • Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
  • Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah. Dua Masa Liberalisme.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern.
Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. [2] Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik
Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.
Marthin Luther dalam Reformasi Agama
Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperiumKatolik Roma. Pada saat itu keberadaan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi gereja. [5] Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang dari otoritasnya semula. Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan ilmu pengetahuan sekalipun. Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak – misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya timbul sebuah reformasi gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari para individu yang tadinya “terkekang”.
John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.
Adam Smith
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
Relevansi kekuatan Individu Liberalisme Klasik dalam Demokrasi dan Kapitalisme.
Telah dikatakan bahwa setidaknya ada dua paham yang relevan atau menyangkut Liberalisme Klasik. Dua paham itu adalah paham mengenai Demokrasi dan Kapitalisme.
·         Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat.
·         Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.
Liberalisme sebagai Ideologi Pragmatis
You have rated this file.
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik, sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Menurut pendekatan struktural konflik, kelas yang memiliki sarana produksi materiil dengan sendirinya memiliki sarana produksi mental, seperti gagasan, budaya dan hukum. Gagasan kelas yang berkuasa di manapun dan kapanpun merupakan gagasan yang dominan. Gagasan, budaya, hukum dan sebagainya sadar atau tidak merupakan pembenaran atas kepentingan materiil pihak yang memiliki gagasan yang dominan. Sistem pembenaran ini disebut ideologi.
Dalam bahasa Indonesia, ideologi sering disebut sebagai “dasar negara” atau “falsafah negara”, di Malaysia disebut “rukun negara”. Karena memberikan pengesahan kepada pemerintah, ideologi membenarkan adanya status quo. Tetapi ideologi juga bisa digunakan oleh pihak lainnya (pihak pemberontak, pihak oposisi atau pihak reformasi) guna menyalahkan pemerintahan, menyerang kebijakan pemerintah sampai kepada mengubah status quo. Sekalipun pemerintah bisa menindas warga negaranya dengan menggunakan dalih ”hak ketuhanan raja” atau ”kehendak sejarah”, tetapi pihak lainnya bisa membenarkan tindakan kekerasan mereka dengan bersandar pada prinsip ”hak-hak dasar” atau ”kehendak yang kuasa”. Ideologi yang dianggap sarat dengan kepentingan kelas pekerja bukan tidak bisa digunakan untuk menentang kekuasaan negara borjuis, selain juga untuk mensahkan kekuasaan diktator terhadap kelas pekerja. Ideologi dalam arti fungsional dapat digambarkan secara singkat dengan contoh berikut. Di Amerika Serikat, menjamin keamanan nasional berarti peningkatan produksi persenjataan yang bermakna pula menguntungkan industri-industri senjata. Peningkatan pertumbuhan pertanian berarti peningkatan produksi pupuk dan bahan kimia yang lain, yang berarti menguntungkan industri-industri pupuk dan bahan kimia. Demi stabilitas nasional di negara-negara berkembang acap kali berarti mengurangi kebebasan politik warga negara. Ideologi dalam arti fungsional digolongkan secara tipologi dengan dua tipe, yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis.
Suatu ideologi dapat digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindoktrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Biasanya sistem nilai atau ideologi yang diperkenankan hidup dalam masyarakat seperti ini hanyalah ideologi yang doktriner tersebut. Akan tetapi, apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja) maka ideologi tersebut digolongkan sebagai ideologi pragmatis. Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Atas dasar itu, pelaksanaannya tidak diawasi oleh aparat partai atau pemerintah, melainkan dengan pengaturan kelembagaan. Maksudnya, siapa saja yang tidak menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tidak akan hidup secara wajar. Liberalisme merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis. Biasanya tidak satu ideologi saja yang diperkenankan berkembang dalam masyarakat ini, tetapi ada satu yang dominan.
Liberalisme sebagai suatu ideologi pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh sang patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara ketat, bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya. Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu. Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan beberapa teknologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut. Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
  • Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
  • Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
  • Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
  • Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
  • Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
Literatur oleh para pemikir yang ikut menyumbang bagi teori liberal didaftarkan dalam Sumbangan terhadap teori liberal.
  • Bahasa Indonesia
    • Kebebasan
    • Liberalisme
    • Individualisme
    • Tanggung Jawab
    • Keadilan Sosial
    • Adam Smith: Pasar dan Individu
  • Bahasa Inggris
    • The future of liberal revolution / Bruce Ackerman - New Haven: Yale University Press, 1992
    • Left and Right: The Prospects for Liberty / Murray N. Rothbard, 1965
    • Liberalism and Democracy / Norberto Bobbio - London: Verso, 1990 (Liberalismo e democrazia, 1988)
    • Liberalism / John A. Hall - London: Paladin, 1988
    • The Decline of Liberalism as an Ideology / John H. Hallowell - London: Kegan Paul, Trench, Trubner, 1946
    • Beyond the Global Culture War/ Adam K. Webb- Routledge, 2006, about the origins of Liberalism and types of challenges to it in the present world
    • Liberalism / Ludwig von Mises, 1927
  • Bahasa Belanda
    • Beleid voor een vrije samenleving / J.W. de Beus en Percy B. Lehning (red.) - Meppel: Boom, 1990
    • Afscheid van de Verlichting: Liberalen in verwarring over eigen gedachtengoed / Hans Charmant en Percy Lehning - Amsterdam: Donner, 1989
    • Liberalisme, een speurtocht naar de filosofische grondslagen / A.A.M. Kinneging e.a. - Den Haag: Teldersstichting, 1988
    • De liberale speurtocht voortgezet / K. Groenveld, H.J. Lutke Schipholt & J.H.C. van Zanen - Den Haag: Teldersstichting, 1989
    • Het menselijk liberalisme / Dirk Verhofstadt - Antwerpen: Houtekiet, 2002
  • Bahasa Perancis
    • Le libéralisme / Georges Burdeu - Paris: Seuil, 1979
  • Bahasa Jerman
    • Die Freiheit die wir meinen / Werner Becker - München: Piper, 1982
    • Noch eine chance für die Liberalen / Karl-Hermann Flach - Frankfurt: Fischer, 1971
    • Liberalismus / Lothar Gall - Königstein: Athenäum, 1985
Rujukan
1.      Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
2.      Sukarna. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.      Oxford Manifesto dari Liberal International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.      Diksi ini didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik Barat, FISIP UI.
5.      Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
6.      Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.      Mochtar Lubis (penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy Reader : Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and Document of Freedom and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail Thernstrom (editor). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.      Miriam Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi (Jakarta : PT Gramedia, 1984)


Catatan
1.      Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
2.      Sukarna. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.      Oxford Manifesto dari Liberal International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.      Diksi ini didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik Barat, FISIP UI.
5.      Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
6.      Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.      Mochtar Lubis (penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy Reader : Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and Document of Freedom and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail Thernstrom (editor). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.      ^ Miriam Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi (Jakarta : PT Gramedia, 1984)
Rujukan lain
  • Michael Scott Christofferson "An Antitotalitarian History of the French Revolution: François Furet's Penser la Révolution française in the Intellectual Politics of the Late 1970s" (in French Historical Studies, Fall 1999)
  • Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta politica in Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924

http://jimmydj81.blogspot.com/2012/08/liberal.html 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda. Silahkan berikan komentar tentang artikel ini. jimmydj81.blogspot.com berhak menyaring Komentar yang akan ditampilkan.